DEFINISI PHOBIA
Suatu situasi dimana seseorang
bertindak irasional dan mempunyai ketakutan yang besar akan sesuatu. Biasanya seseorang yang mempunyai
phobia akan merasakan suatu ketakutan pada saat tertentu.
Secara umum, terdapat 3 macam phobia, yaitu:
1.
Ketakutan
untuk berada dalam suatu situasi sosial atau berinteraksi dengan orang lain.
2.
Ketakutan
berada disuatu tempat tertentu atau tempat yang terletak diluar ruangan.
3.
Ketakutan
akan bermacam-macam benda seperti ular, laba-laba atau burung.
PENYEBAB PHOBIA
Kejadian traumatis adalah penyebab paling utama dari phobia. Contohnya
seorang anak yang takut dengan kucing, dikarenakan sebelumnya pernah mengalami
hal yang tidak diinginkannya seperti dicakar, digigit, ataupun lainnya.
CONTOH KASUS
Aku Hanya Diam Ketika Kalian Memanggilku Autis
Panggil saja dia Aman. Kelas 7 atau kelas 1 SMP. Pendiam, berjalan
dengan gaya yang kikuk, selalu menunduk ke bawah. Badannya tidak tinggi, kurus,
tapi tampan dan berwajah bentuk kotak. Ketika berbicara dengan saya, jarang dia
menatap saya dalam waktu yang lama. Ketika saya tersenyum, dia mulai
mengalihkan pandangannya tapi ada senyum di wajahnya.
Pagi ini, saya tanpa sengaja bertemu dia di depan ruang guru. Dia
mau turun dari tangga dari lantai dua. Ketika melihat saya, dia memalingkan
badan hendak kembali ke kelas tapi lekas saya panggil dia.
“Aman? Nggak ada remidi?” tanya saya disusul dengan gelengan
dengan tanpa menatap wajah saya.
“Ikut Ibu yuk. Ibu mau ngobrol sama kamu bentar.” Ajak saya sambil
merangkul pundaknya. Dia sedikit kaget dengan cara saya mengajak dia tapi kalau
tidak dipaksa dengan cara yang halus seperti ini, masalah dia tidak bisa saya
selesaikan.
Seminggu yang lalu, guru matematika menceritakan kepada saya kalau
Aman menangis keras di depan beliau pada saat 2 jam terakhir di sekolah. Bu Sul
(nama guru matematika untuk kelas 7 di SMP) menceritakan kalau Aman menangis
karena dia sering dipanggil dengan sebutan autis oleh beberapa teman
sekelasnya. Mamang iya, kata autis sudah tidak asing lagi di sini. Karena SMP
ini sudah menjadi sekolah inklusi tingkat Sekolah Menengah yang menerima siswa
berkebutuhan khusus dengan tujuan supaya siswa bisa bersosialisasi dengan baik
dengan teman-teman reguler.
Tapi sayangnya, terkadang kata autis digunakan oleh beberapa anak
untuk dijadikan bahan ejekan kepada teman yang lain yang terlihat “aneh”.
Kembali pada saya dan Aman. Ketika saya tanya tentang menangisnya
dia di depan bu Sul, dia mengangguk dan menceritakan seperti dia menceritakan
kepada bu Sul. Lalu saya tanya, siapa yang mengejek, dia menyebut 2 anak yang
mengejek. Saya tanya namanya, hanya satu nama yang disebutnya, yang lain baru
bisa disebut setelah saya menunjukkan foto teman-teman sekelasnya.
Untuk mencari informasi yang lain, saya mulai bertanya tentang
hobinya. Diam, itu jawabannya. Mencoba mencari jawaban, saya sebutkan
macam-macam kegiatan yang biasanya dilakukan oleh remaja seperti sepak bola,
basket, renang, PS, facebook, game online, atau bahkan yang sedikit beresiko
seperti nongkrong di warung kopi. Ada satu yang menarik perhatian saya, game
online. Atlantica, game yang biasa dia mainkan di rumah dengan menggunakan
modem yang dibelikan ayahnya. Dan 39 level yang sudah dia selesaikan sekarang.
“Pernah maen game sama teman sekampung kamu nggak?” Tanya saya
yang disusul dengan gelengan.
“Dengan teman-teman, kapan maennya?”
“Jarang Bu, seringnya di rumah. Kalo nggak lagi nge-game, yah
tidur.”
“Kenapa di rumah ajah? Katanya ada 4 teman yang sebaya sama kamu
di dekat rumah kamu.”
“Nggak papa Bu, males ajah.”
Tidak heran kalau temannya mengatakan dia autis karena dipikiran
Aman hanya game yang menjadi kegiatan yang paling seru saat ini. Dia bahkan
bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk nge-game dan melupakan bersosialisasi
dengan dunia nyata. Rasa ogah Aman untuk menjalin komunikasi dengan teman
sebayanya di rumah, ternyata terbawa di sekolah. Sesuai dengan dinamika yang
ada di kelas Aman, memang Aman merupakan siswa yang jarang diajak berbicara
dengan siswa saya yang lain. Itu berdasarkan perbincangan saya dengan beberapa
siswa saya, tinggal nanti akan saya korelasikan dengan hasil sosisometri siswa.
“Apa yang kamu lakukan kemarin ketika temanmu mengejekmu autis,
Man?”
“Diam Bu. Meskipun awalnya saya menangis, tapi saya diamkan. Dan
mereka sudah tidak mengejek saya lagi.” Cara itulah yang dilakukan oleh Aman
yang menurutnya efektif sampai sekarang.
Diam memang menjadi pilihan terakhir ketika seorang remaja diejek
oleh remaja yang lainnya. Daripada dia mendapatkan masalah dengan temannya
kalau dia melawan, lebih baik diam dan cuek.
Tapi untuk Aman, diamnya harus diberi jalan keluar yang lainnya
lagi.
Karena dia anak yang sangat pendiam dan hampir melupakan dunia
nyatanya, saya menyarankan untuk dia mendekati teman-temannya dalam waktu
dekat. Dia menolak, karena itu hal yang berat dilakukan untuk dia tampaknya.
Saya beri solusi termudah. Ketika teman-teman sekelasnya sedang ngerumpi atau
ngobrol ramai-ramai, ada baiknya Aman mendekat dan ikut bergabung. Meskipun
tidak ikut bercerita dan hanya menjadi pendengar yang pasif, tapi setidaknya
dia ada di dalam kelompok teman sekelasnya. Setelah terbiasa dengan kelompok
temannya, bisa ditingkatkan dengan menceritakan ke teman-temannya kegiatan yang
biasa dilakukan meskipun hanya sedikit cerita.
Tapi langkah itu hanya saran, yang melakukan tetap Aman. Saya
tidak bisa memaksa dia untuk melakukan saran saya karena saran bisa dilakukan
ketika dia sudah bisa bersahabat dengan saran yang saya beri. Tapi tetap saya
mendorong Aman untuk terus mencoba.
CARA MENGATASI
PHOBIA
Ada beberapa teknik Untuk penyembuhan phobia diantaranya adalah
sbb:
1.
Hypnotheraphy:
Penderita phobia diberi sugesti-sugesti untuk menghilangkan phobia.
2.
Flooding:
Exposure Treatment yang ekstrim. Si penderita phobia yang ngeri kepada anjing
(cynophobia), dimasukkan ke dalam ruangan dengan beberapa ekor anjing jinak,
sampai ia tidak ketakutan lagi.
3.
Desentisisasi
Sistematis: Dilakukan exposure bersifat ringan. Si penderita phobia yang takut
akan anjing disuruh rileks dan membayangkan berada ditempat cagar alam yang
indah dimana si penderita didatangi oleh anjing-anjing lucu dan jinak.
4.
Abreaksi: Si
penderita phobia yang takut pada anjing dibiasakan terlebih dahulu untuk
melihat gambar atau film tentang anjing, bila sudah dapat tenang baru kemudian
dilanjutkan dengan melihat objek yang sesungguhnya dari jauh dan semakin dekat
perlahan-lahan. Bila tidak ada halangan maka dapat dilanjutkan dengan memegang
anjing dan bila phobia-nya hilang mereka akan dapat bermain-main dengan anjing.
Memang sih bila phobia yang dikarenakan pengalaman traumatis lebih sulit
dihilangkan.
5.
Reframing:
Penderita phobia disuruh membayangkan kembali menuju masa lampau dimana
permulaannya si penderita mengalami phobia, ditempat itu dibentuk suatu manusia
baru yang tidak takut lagi pada phobia-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar